Rabu, 25 Desember 2013

Tafsir Ayat Pencurian

I.                   PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pencurian merupakan salah satu tindak pidana yang jenis hukumannya dikategorikan pada hudud.Secara bahasa, hudud merupakan bentukjamakdarihadd yang berarti "mencegah, menghalangi".Karena itu, hukuman dalampidana Islam ('uqubat) disebuthududkarena menjadi pencegah seseorang untuk melakukan pelanggaran.Jumhur men-definisikanhududdengan "jenis hukuman yang ditentukan oleh Allah (bentuk dan kadarnya) baik berupa hak Allah, maupun hak makhluk". Atas dasarini, makata'zirtidakdisebuthudud, karenabentukdankadar hukumannya tidak ditentukan. Begitu pula qisasdandiyattidakdisebuthudud, karenasekalipunjenis hukumannya telahditentukan, tetapiqisasdapatdigugurkanoleh pihak yang dirugikan (keluarga korban).
Di anta hak individu dalam masyarakat ini adalah hak untuk mendapatkan harta secara halal, bukan dari jalan riba, menipu, menimbun, dan me rampas upah karyawan. Setelah mendapatkan harta yang halal ituiakeluarkanzakatnya. Di antara hak individu dalam sistem kemasyarakatan seperti ini, ialah mendapatkan jaminan keamanan terhadap harta pribadinya.Tidak boleh hartanya dicuri ataupundirampasdenganjalamapapun. Akan tetapi jika didapatkan kesamaran apakah ia didesak oleh kebutuhan atau yang lainnya, maka prinsip umum dalam islam menetapkan bahwa hukuman harus ditolak karena persoalannya masih samar.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimanakah ayat tentang pencurian dan terjemahannya?
2.      Bagaimanakah Penafsiran ayat tersebut?
3.      Bagaimanakah hukuman bagi pencuri menurut al Qur’an ?
II.                PEMBAHASAN
A.    Ayat al Qur’an tentang pencurian dan terjemahannya
ä-Í$¡¡9$#urèps%Í$¡¡9$#ur(#þqãèsÜø%$$sù$yJßgtƒÏ÷ƒr&Lä!#ty_$yJÎ/$t7|¡x.Wx»s3tRz`ÏiB«!$#3ª!$#urîƒÍtãÒOŠÅ3ymÇÌÑÈ`yJsùz>$s?.`ÏBÏ÷èt/¾ÏmÏHø>àßyxn=ô¹r&ur cÎ*sù©!$#ÛUqçGtƒÏmøn=tã3¨bÎ)©!$#ÖqàÿxîîLìÏm§ÇÌÒÈ
38. laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglahtangankeduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
39. Maka Barangsiapa bertaubat (di antara pencuri-pencuri itu) sesudah melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri, Maka Sesungguhnya Allah menerimataubatnya.Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Ayat di atas turun pada waktu RasulullahinginmendebatThu’mah bin Ubairiq yang ketika itu telah terbukti mencuri baju perang milik tetangganya yaitu Qatadah bin An- Nu’man. Baju itu disembunyikan di rumah Zaid bin As- Saminseorangyahudi. Namun saat ia membawa baju tersebut, terbawa juga kantung berisi tepung yang bocorsehinggatercecerlahtepungitudari rumah Qatadah sampai ke rumah Zaid. Sedangkan sebab turun ayat selanjutnya yaitu ayat 39 adalah riwayat dari Ahmad dariAbdillah bin amrubahwa seorang wanita telah mencuri di masa  Rasulullah SAW. Laludipotonglahtangankanannya.Wanitaitulalubertanya,”Masihmungkinkahbagisaya untuk bertaubat ?”. Maka turunlah ayat yang artinya Maka barangsiapa bertaubat sesudah melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah menerimataubatnya.Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.[1]

B.     Penafsiran ayat Surat al Maidah ayat 38-39
Berdasarkan ayat di atas, penafsiran yang di ambil penulis adalah bahwa Mencuri adalah mengambil harta orang lain yang terpelihara secarasembunyi-sembunyitanpakeridhaannya. Ia termasuk dosa besar karena hukumannya yang begitu buruk, yaitu dipotong tangannya. Jika telah dipotong tangannya, maka tangannya dipanaskan dalam minyak agar urat-urat tertutup sehingga darah berhenti. Keumuman pencurian yang berlaku potong tangan di ayat tersebut dibatasi dengan beberapa hal berikut:
- Hirz, yaknipencuriandilakukan dari tempat yang terjaga atautersimpansecarauruf (kebiasaan yang berlaku), jika mencuri bukan dari tempat yang terjaga, maka tidak berlaku potong tangan.
- Barang yang dicuriharusmencapainishabnya, yaitu 1/4 dinar atau 3 dirham atau senilai dengan salah satunya, jika di bawah dari nilai ini, maka tidak berlaku potong tangan.
Sedangakanlafadz($yJßgtƒÏ÷ƒr&#þqãèsÜø%$$sùberartitangankanannyadarikuu' (pergelangannyaatausebelah bawah ibu jari).Jika melakukan lagi, maka dipotong kaki kirinya dari persendian kakinya.Jika mengulangi lagi, maka dipotong tangan kirinya, dan jika melakukan lagi, maka dipotong kaki kanannya.Jika melakukan lagi, diberihukumanta'zir, sepertidengandipenjara sampai mati.
Ayat ini juga merupakan sebuah pelajaran bagi manusia untuk tidak mencuri dan bagi pencuri yang lain untuk tidak jadi mencuri.[2]
MenurutQuraishSihab, penafsiranumum mengenai ayat tersebut adalah Pencuri laki-laki dan pencuri perempuan, potonglah pergelangan tangan keduanya sebagai pembalasan duniawi bagi pencurian yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan yang menjadikan ia jera dan orang lain takut melakukan hal serupa dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa, lagi Maha Bijaksana dalam menetapkan ketentuan-Nya.
Tetapi jika ia menyadari kesalahannya dan menyesalinya lalu bertaubat, maka barangsiapa bertaubat di antara pencuri-pencuri itu walaupun telah berlalu waktu yang lama dan memperbaiki diri, antara lain mengembalikan apa yang telahdicurinyaataunilainyakepadapemiliknya yang sah, maka sesungguhnya Allah menerimataubatnyasehinggadiatidak akan disiksa di akhirat nanti. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.[3]
Mencuri berbeda dengan korupsi, merampok, mencopet, dan merampas. Al-sariqah secara bahasa berarti mengambil harta (orang lain) secara mutlak yang dilakukan dengan sembunyi-sembunyi dan tipu daya. Secara istilah, ia diartikan “tindakan mengambil harta orang lain yang disimpan di tempat yang seharusnya, yang dilakukan seorang yang sudah baligh dan berakal, dalam jumlah tertentu dengan cara sembunyi-sembunyi, dengan  tanpa hak dan juga tidak ada unsur shubhat”. Pencurian yang dimaksud dalam definisi tersebut adalah pencurian yang menyebabkan pelakunya terkena hukuman had berupa potong tangan. Pemahaman  mengacu pada riwayat dari Rasul.
Kata al-Sariq, memberikesanbahwa yang bersangkutan telah berulangkali mencuri. Dengan demikian berarti bahwa orang yang baru mencuri sekali dua kali belum wajar dinamai pencuri, sehingga ia belum tepat diberi sangsi hukum sebagaimana disebut di atas. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa seseorang ditangkap mencuri namun bersumpah bahwa ia baru sekali mencuri. Sayyidina Ali tetap memerintahkan untuk memotong tangannya seraya berkata bahwa Allah tidak mempermalukan orang yang baru sekali melakukan dosa. Ini berbeda jika kata tersebut diterjemahkan dengan lelaki yang mencuri. Namun demikian, mayoritasulamamemahamial-sariq dengan lelaki yang mencuri dan perempuan yang mencuri. Jika demikian, maka sangsi tersebut berlaku baginya walaupun ia terbukti hanya sekali melakukan pencurian.
Ayat tersebut secarakhususmenyebutal-sariqah. Hal itu untuk meluruskan kekeliruan masyarakat jahiliyah yang enggan menjatuhkan sangsi terhadap wanita yang mencuri, bukan karena sayang atau kasihan kepada mereka, tetapi karena mereka tidak memberi nilai kemanusiaan kepadaperempuan, bahkanmenyifatimerekasebagainasruhabuka’ wabirruhasariqah.
Didahulukannya kata pencuri laki-laki (al-sariq) dalam ayat ini, dan didahulukannya pezina perempuan dalam ayat tentang perzinaan, menurut Quraish Shihab, mengisyaratkan bahwa lelaki lebih berani mencuri daripada perempuan, sedang perzinahan bila terjadi disebabkan karena keberanian perempuan melanggar tuntunan Ilahi agar tidak menampakkan hiasan mereka, yang dapat merangsang terjadinya pelanggaran.[4]
C.     Hukuman bagi Pencuri berdasarkan surat al Maidah ayat 38-39
Para ulama sepakat bahwa selain dipotong tangannya juga wajib mengganti harta yang diambilnya tanpa hak itu.Hal itu bila barang yang diambilnya masih ada di tangan.
Secara lebih rinci ulama menyatakan bahwa pelaku pencurian yang dikenakan hukuman potong tangan tersebut haruslah memenuhi beberapa syarat, yakni:
A.    Yang menyangkut pelaku :
1.    Baligh dan berakal.Karena pencurian merupakan suatu tindak pidana, maka hukuman hanya bisa ditimpakan terhadap orang yang sudah baligh dan berakal.Orang gila dan anak kecil dalam hal ini masuk dalam wilayah taklif.Jika terjadi tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh anak kecil, maka hukuman yang diberikanadalahjenista’zir.
2.Atas kehendak sendiri;
3.    Tidak ada unsur shubhat antara pencuri dan harta yang dicuri. Termasuk dalam hal ini adalah pencurian yang dilakukan budak yang mencuri harta tuannya, orang tua mencuri harta anaknya; partner yang mencuri harta kawannya dimana mereka melakukan kerjasama (shirkah) ; orang yang mencuri harta orang yang punya hutang kepadanya.[5]

B.      Yang menyangkut benda yang dicuri :
1.    Mencapai nisab.  Menurut Hanafiyah dan al-Thauri, jumlah minimal harta yang dicuri adalah 10 dirham atau yang setara, sementara menurut Malikiyah  dan Shafi'iyah serta al-Auza'i,  3 dirham atau 1/4 dinar.Alasan kelompok pertama adalah hadis Nabi yang berbunyi :

لا قطع فيما دون عشرة دراهم

Alasan kedua adalah pernyataan Ibn ‘Abbas, Ibn Mas’ud, Ibn ‘Umar, serta ‘Ata’ yang mengeluarkan pernyataan :

لا قطع إلا فى عشرة دراهم
 Adapun alasan kelompok kedua mengacu pada hadis yang diriwayatkandariAishah ,yakni:

تقطع يد السارق فى ربع دينار فصاعدا

Alasan lain yang dikemukakan oleh kelompok kedua adalah riwayat yang menyatakan bahwa Nabi memotong tangan seorang pencuri yang mencuri perisai seharga tiga dirham.
Pada masa Nabi, satu dinar sama dengan 12 dirham, sedangkan satu dirham menurut al-Sha’rawi—sebagaimanadikutipQuraishShihab-- sama dengan cukup untuk makan satu keluarga. Ini dipahami dari sabda Nabi ketika memberi satu dirham kepada seseorang : “Belilah makan untukmu dan keluargamu”.  Menurut al-Sha’rawi, padaabadini –tahun1999 ketika ia menulis tafsirnya—satu dirham senilai lebih dari dua puluh pound Mesir atau sekitar tujuh dolar Amerika, dengan demikian berarti tiga dirham atau seperempat dinar sekitar enam puluh dolar Amerika. Sementara menurut Hasanuddin AF—guru besar hukum Islam UIN Jakarta—1/4 dinar  kurang lebih sama dengan harga 9 gram emas.[6]
 ‘Ali al-SayismenilaipendapatHanafiyah nampaknya lebih kuat, dengan pertimbangan-pertimbangan:
a)      Hadis Nabi menyatakan bahwa hudud harus dihindarkanjikaterdapatshubhat (Idra’ al-hudud bi al-shubhat). BerhubungHanafiyahmematoknilai yang lebih tinggi, berarti nilai yang di bawahnyamengandungshubhat.
b)      Kaidah al-Hazirmuqaddam 'alaal-mubih.  Dengan mematok nilai yang lebih tinggi, maka pencurian di bawah nilai tersebutmenurutpendapatHanafiyahtidakbisadikenaihadd. Sementara jika mengacu kepadapendapatkelompokShafi’i, pencuriantersebutdikenaihukumanhadd.
2.  Bernilai harta di mata shara',
3.  Bukan milik pencuri, seperti barang yang digadaikan,
4.    Disimpan di tempat yang seharusnya menurut kebiasaan setempat (al-hirz), seperti rumah, apartemen, tenda, dan lain-lain. Termasukdalamkategorial-hirzjikabendatersebut berada di bawah pengawasan/penjagaan pemiliknya sekalipun tidak disimpan di tempat yang seharusnya. Misalnya, baju yang dijadikan bantal saat tidur. Hal ini berdasarkanriwayatdariSofwan b Umayyah, dimanaia tidur beralaskan mantel seharga 30 dirham yang kemudian dicuri oleh seseorang. Ketikapencuritersebutditangkapnyadandiserahkankepada Rasul, Rasul memerintahkan untuk memotong tangannya.[7]

III.             PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dari pemaparan di atas, penulis menyimpulkan bahwa  Mencuri adalah mengambil harta orang lain yang terpelihara secarasembunyi-sembunyitanpakeridhaannya. Ia termasuk dosa besar karena hukumannya yang begitu buruk, yaitu dipotong tangannya. Jika telah dipotong tangannya, maka tangannya dipanaskan dalam minyak agar urat-urat tertutup sehingga darah berhenti
B.     Kritik dan Saran
Penulis menyadari bahwa terdapat banyak sekali kekurangan yang terdapat dalam makalah yang telah ditulis.Makadariitu, penul;ismengharapkankritikdan saran dari pembaca yang akan penulis gunakan sebagaibahanevaluasikedepannya. Dan semoga makalah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua.























DAFTAR PUSTAKA

al-Sayis, Muhammad 'Ali. TafsirAyat al-Ahkam. j 2. Mesir: Matba'ah 'Ali Subih. 1953.
Hasanuddin AF. "Fikih Jinayah" .dalam Ensiklopedi Tematis Dunia Islam. j. 3. Jakarta: PT Ichtiar Van Hoeve. t.t.
Shihab, M Quraish,  Tafsir al-Mishbah, vol. 3. Jakarta: Lentera Hati. 2005.





[2]- See more at: http://www.tafsir.web.id/2013/02/tafsir-al-maidah-ayat-38-47.html#sthash.AX22ZV01.dpuf
[3]M QuraishShihab, Tafsir al-Mishbah, vol. 3 (Jakarta: Lentera Hati, 2005),hlm.  91-95
[4]QuraishShihab, Tafsir al-Mishbah, vol. 3 , hlm. 91-95
[5]Muhammadal-Sayis, 'Ali.Tafsir Ayat al-Ahkam.j 2.(Mesir: Matba'ah 'Ali Subih, 1953). Hlm. 189

[6]Hasanuddin AF, "FikihJinayah" dalamEnsiklopediTematis Dunia Islam, j. 3 (Jakarta: PT Ichtiar Van Hoeve, t.t.),hlm.  179.
[7]Al-Qurtubi, al-Jami' li Ahkam al-Qur'an, j. 3, 393-395. HR Abu DawuddariSofwan b Umayyah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar