A.
Latar
Belakang
Pencurian
merupakan salah satu tindak pidana yang jenis hukumannya dikategorikan pada hudud.Secara
bahasa, hudud merupakan bentukjamakdarihadd yang berarti
"mencegah, menghalangi".Karena itu, hukuman dalampidana Islam ('uqubat)
disebuthududkarena menjadi pencegah seseorang untuk melakukan
pelanggaran.Jumhur men-definisikanhududdengan "jenis hukuman yang
ditentukan oleh Allah (bentuk dan kadarnya) baik berupa hak Allah, maupun hak
makhluk". Atas dasarini, makata'zirtidakdisebuthudud,
karenabentukdankadar hukumannya tidak ditentukan. Begitu pula qisasdandiyattidakdisebuthudud,
karenasekalipunjenis hukumannya telahditentukan, tetapiqisasdapatdigugurkanoleh
pihak yang dirugikan (keluarga korban).
Di
anta hak individu dalam masyarakat ini adalah hak untuk mendapatkan harta
secara halal, bukan dari jalan riba, menipu, menimbun, dan me rampas upah
karyawan. Setelah mendapatkan harta yang halal ituiakeluarkanzakatnya. Di
antara hak individu dalam sistem kemasyarakatan seperti ini, ialah mendapatkan
jaminan keamanan terhadap harta pribadinya.Tidak boleh hartanya dicuri
ataupundirampasdenganjalamapapun. Akan tetapi jika didapatkan kesamaran apakah
ia didesak oleh kebutuhan atau yang lainnya, maka prinsip umum dalam islam
menetapkan bahwa hukuman harus ditolak karena persoalannya masih samar.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimanakah
ayat tentang pencurian dan terjemahannya?
2.
Bagaimanakah
Penafsiran ayat tersebut?
3.
Bagaimanakah
hukuman bagi pencuri menurut al Qur’an ?
II.
PEMBAHASAN
A.
Ayat
al Qur’an tentang pencurian dan terjemahannya
ä-Í$¡¡9$#urèps%Í$¡¡9$#ur(#þqãèsÜø%$$sù$yJßgtÏ÷r&Lä!#ty_$yJÎ/$t7|¡x.Wx»s3tRz`ÏiB«!$#3ª!$#urîÍtãÒOÅ3ymÇÌÑÈ`yJsùz>$s?.`ÏBÏ÷èt/¾ÏmÏHø>àßyxn=ô¹r&ur cÎ*sù©!$#ÛUqçGtÏmøn=tã3¨bÎ)©!$#ÖqàÿxîîLìÏm§ÇÌÒÈ
38. laki-laki yang
mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglahtangankeduanya (sebagai)
pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. dan
Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
39. Maka
Barangsiapa bertaubat (di antara pencuri-pencuri itu) sesudah melakukan
kejahatan itu dan memperbaiki diri, Maka Sesungguhnya Allah
menerimataubatnya.Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Ayat
di atas turun pada waktu RasulullahinginmendebatThu’mah bin Ubairiq yang ketika
itu telah terbukti mencuri baju perang milik tetangganya yaitu Qatadah bin An-
Nu’man. Baju itu disembunyikan di rumah Zaid bin As- Saminseorangyahudi. Namun
saat ia membawa baju tersebut, terbawa juga kantung berisi tepung yang
bocorsehinggatercecerlahtepungitudari rumah Qatadah sampai ke rumah Zaid.
Sedangkan sebab turun ayat selanjutnya yaitu ayat 39 adalah riwayat dari Ahmad
dariAbdillah bin amrubahwa seorang wanita telah mencuri di masa Rasulullah SAW.
Laludipotonglahtangankanannya.Wanitaitulalubertanya,”Masihmungkinkahbagisaya
untuk bertaubat ?”. Maka turunlah ayat yang artinya Maka barangsiapa bertaubat
sesudah melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah
menerimataubatnya.Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.[1]
B.
Penafsiran
ayat Surat al Maidah ayat 38-39
Berdasarkan
ayat di atas, penafsiran yang di ambil penulis adalah bahwa Mencuri adalah
mengambil harta orang lain yang terpelihara
secarasembunyi-sembunyitanpakeridhaannya. Ia termasuk dosa besar karena
hukumannya yang begitu buruk, yaitu dipotong tangannya. Jika telah dipotong
tangannya, maka tangannya dipanaskan dalam minyak agar urat-urat
tertutup sehingga darah berhenti. Keumuman pencurian yang berlaku potong tangan
di ayat tersebut dibatasi dengan beberapa hal berikut:
- Hirz, yaknipencuriandilakukan dari tempat
yang terjaga atautersimpansecarauruf (kebiasaan yang berlaku), jika mencuri
bukan dari tempat yang terjaga, maka tidak berlaku potong tangan.
- Barang yang dicuriharusmencapainishabnya,
yaitu 1/4 dinar atau 3 dirham atau senilai dengan salah satunya,
jika di bawah dari nilai ini, maka tidak berlaku potong tangan.
Sedangakanlafadz($yJßgtÏ÷r&#þqãèsÜø%$$sùberartitangankanannyadarikuu'
(pergelangannyaatausebelah bawah ibu jari).Jika melakukan lagi, maka dipotong
kaki kirinya dari persendian kakinya.Jika mengulangi
lagi, maka dipotong tangan kirinya, dan jika melakukan lagi, maka
dipotong kaki kanannya.Jika melakukan lagi, diberihukumanta'zir,
sepertidengandipenjara sampai mati.
Ayat ini juga merupakan sebuah pelajaran bagi
manusia untuk tidak mencuri dan bagi pencuri yang lain untuk tidak jadi mencuri.[2]
MenurutQuraishSihab, penafsiranumum mengenai
ayat tersebut adalah Pencuri laki-laki dan pencuri perempuan, potonglah pergelangan tangan
keduanya sebagai pembalasan duniawi bagi pencurian yang mereka kerjakan dan
sebagai siksaan yang menjadikan ia jera dan orang lain takut melakukan hal
serupa dari Allah. Dan Allah Maha
Perkasa, lagi Maha Bijaksana dalam menetapkan ketentuan-Nya.
Tetapi
jika ia menyadari kesalahannya dan menyesalinya lalu bertaubat, maka
barangsiapa bertaubat di antara pencuri-pencuri itu walaupun telah berlalu
waktu yang lama dan memperbaiki diri, antara lain mengembalikan apa yang
telahdicurinyaataunilainyakepadapemiliknya yang sah, maka sesungguhnya
Allah menerimataubatnyasehinggadiatidak akan disiksa di akhirat nanti.
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.[3]
Mencuri berbeda dengan korupsi, merampok, mencopet, dan
merampas. Al-sariqah secara bahasa berarti mengambil harta (orang
lain) secara mutlak yang dilakukan dengan sembunyi-sembunyi dan tipu daya. Secara istilah, ia diartikan “tindakan mengambil harta orang
lain yang disimpan di tempat yang seharusnya, yang dilakukan seorang yang sudah
baligh dan berakal, dalam jumlah tertentu dengan cara sembunyi-sembunyi, dengan tanpa hak dan juga tidak ada unsur shubhat”.
Pencurian yang dimaksud dalam definisi tersebut adalah pencurian yang
menyebabkan pelakunya terkena hukuman had berupa potong tangan.
Pemahaman mengacu pada riwayat dari
Rasul.
Kata al-Sariq, memberikesanbahwa
yang bersangkutan telah berulangkali mencuri. Dengan demikian berarti bahwa
orang yang baru mencuri sekali dua kali belum wajar dinamai pencuri, sehingga
ia belum tepat diberi sangsi hukum sebagaimana
disebut di atas. Dalam sebuah riwayat
disebutkan bahwa seseorang ditangkap mencuri namun bersumpah bahwa ia baru sekali mencuri.
Sayyidina Ali tetap memerintahkan untuk memotong tangannya seraya berkata bahwa
Allah tidak mempermalukan orang yang baru sekali melakukan dosa. Ini berbeda
jika kata tersebut diterjemahkan dengan lelaki yang mencuri. Namun demikian, mayoritasulamamemahamial-sariq dengan lelaki yang mencuri dan perempuan yang
mencuri. Jika demikian, maka sangsi tersebut berlaku baginya walaupun ia
terbukti hanya sekali melakukan pencurian.
Ayat tersebut secarakhususmenyebutal-sariqah. Hal itu untuk meluruskan kekeliruan
masyarakat jahiliyah yang enggan menjatuhkan sangsi terhadap wanita yang
mencuri, bukan karena sayang atau kasihan kepada mereka,
tetapi karena mereka tidak memberi nilai kemanusiaan kepadaperempuan, bahkanmenyifatimerekasebagainasruhabuka’
wabirruhasariqah.
Didahulukannya kata pencuri laki-laki (al-sariq) dalam ayat ini, dan
didahulukannya pezina perempuan dalam ayat tentang perzinaan, menurut Quraish Shihab, mengisyaratkan bahwa lelaki lebih
berani mencuri daripada perempuan, sedang perzinahan bila terjadi disebabkan
karena keberanian perempuan melanggar tuntunan Ilahi agar tidak menampakkan
hiasan mereka, yang dapat merangsang terjadinya pelanggaran.[4]
C.
Hukuman
bagi Pencuri berdasarkan surat al Maidah ayat 38-39
Para
ulama sepakat bahwa selain dipotong tangannya juga wajib mengganti harta yang
diambilnya tanpa hak itu.Hal itu bila barang yang diambilnya masih ada
di tangan.
Secara lebih rinci ulama menyatakan
bahwa pelaku pencurian yang dikenakan hukuman potong tangan tersebut haruslah
memenuhi beberapa syarat, yakni:
A. Yang
menyangkut pelaku :
1. Baligh dan berakal.Karena
pencurian merupakan suatu tindak pidana, maka hukuman hanya bisa ditimpakan
terhadap orang yang sudah baligh dan berakal.Orang gila dan anak kecil dalam
hal ini masuk dalam wilayah taklif.Jika terjadi tindak pidana pencurian yang
dilakukan oleh anak kecil, maka hukuman yang diberikanadalahjenista’zir.
2.Atas kehendak sendiri;
3. Tidak ada unsur shubhat antara pencuri dan harta yang dicuri. Termasuk dalam
hal ini adalah pencurian yang dilakukan budak yang mencuri
harta tuannya, orang tua mencuri harta anaknya; partner
yang mencuri harta kawannya dimana mereka melakukan kerjasama (shirkah) ; orang
yang mencuri harta orang yang punya hutang kepadanya.[5]
B.
Yang menyangkut benda yang dicuri :
1. Mencapai nisab. Menurut
Hanafiyah dan al-Thauri, jumlah minimal harta yang dicuri adalah 10 dirham atau
yang setara, sementara menurut Malikiyah
dan Shafi'iyah serta al-Auza'i, 3
dirham atau 1/4 dinar.Alasan kelompok pertama adalah hadis Nabi yang berbunyi :
لا قطع فيما دون
عشرة دراهم
Alasan kedua adalah
pernyataan Ibn ‘Abbas, Ibn Mas’ud, Ibn ‘Umar, serta ‘Ata’ yang mengeluarkan
pernyataan :
لا
قطع إلا فى عشرة دراهم
Adapun alasan kelompok kedua mengacu pada
hadis yang diriwayatkandariAishah ,yakni:
تقطع يد السارق
فى ربع دينار فصاعدا
Alasan lain yang dikemukakan oleh kelompok
kedua adalah riwayat yang menyatakan bahwa Nabi memotong tangan seorang pencuri
yang mencuri perisai seharga tiga dirham.
Pada masa Nabi, satu dinar sama dengan 12
dirham, sedangkan satu dirham menurut
al-Sha’rawi—sebagaimanadikutipQuraishShihab-- sama dengan cukup untuk makan
satu keluarga. Ini dipahami dari sabda Nabi ketika memberi satu dirham kepada
seseorang : “Belilah makan untukmu dan keluargamu”. Menurut al-Sha’rawi, padaabadini –tahun1999
ketika ia menulis tafsirnya—satu dirham senilai lebih dari dua puluh pound
Mesir atau sekitar tujuh dolar Amerika, dengan demikian berarti tiga dirham
atau seperempat dinar sekitar enam puluh dolar Amerika. Sementara menurut
Hasanuddin AF—guru besar hukum Islam UIN Jakarta—1/4 dinar kurang lebih sama dengan harga 9 gram emas.[6]
‘Ali
al-SayismenilaipendapatHanafiyah nampaknya lebih kuat, dengan
pertimbangan-pertimbangan:
a)
Hadis Nabi menyatakan bahwa hudud harus
dihindarkanjikaterdapatshubhat (Idra’ al-hudud bi al-shubhat).
BerhubungHanafiyahmematoknilai yang lebih tinggi, berarti nilai yang di
bawahnyamengandungshubhat.
b)
Kaidah al-Hazirmuqaddam 'alaal-mubih. Dengan mematok nilai yang lebih tinggi, maka
pencurian di bawah nilai tersebutmenurutpendapatHanafiyahtidakbisadikenaihadd.
Sementara jika mengacu kepadapendapatkelompokShafi’i,
pencuriantersebutdikenaihukumanhadd.
2. Bernilai harta di mata shara',
3. Bukan milik pencuri, seperti barang yang digadaikan,
4. Disimpan di tempat yang seharusnya menurut kebiasaan setempat (al-hirz), seperti
rumah, apartemen, tenda, dan lain-lain. Termasukdalamkategorial-hirzjikabendatersebut
berada di bawah pengawasan/penjagaan pemiliknya sekalipun tidak disimpan di
tempat yang seharusnya. Misalnya, baju yang
dijadikan bantal saat tidur. Hal ini berdasarkanriwayatdariSofwan b
Umayyah, dimanaia tidur beralaskan mantel seharga 30 dirham yang kemudian
dicuri oleh seseorang. Ketikapencuritersebutditangkapnyadandiserahkankepada
Rasul, Rasul memerintahkan untuk memotong tangannya.[7]
III.
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari
pemaparan di atas, penulis menyimpulkan bahwa
Mencuri adalah mengambil harta orang lain yang terpelihara
secarasembunyi-sembunyitanpakeridhaannya. Ia termasuk dosa besar karena
hukumannya yang begitu buruk, yaitu dipotong tangannya. Jika telah dipotong
tangannya, maka tangannya dipanaskan dalam minyak agar urat-urat
tertutup sehingga darah berhenti
B.
Kritik
dan Saran
Penulis
menyadari bahwa terdapat banyak sekali kekurangan yang terdapat dalam makalah
yang telah ditulis.Makadariitu, penul;ismengharapkankritikdan saran dari
pembaca yang akan penulis gunakan sebagaibahanevaluasikedepannya. Dan semoga
makalah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua.
DAFTAR PUSTAKA
al-Sayis,
Muhammad 'Ali. TafsirAyat al-Ahkam. j 2. Mesir: Matba'ah
'Ali Subih. 1953.
Hasanuddin
AF. "Fikih Jinayah" .dalam Ensiklopedi Tematis Dunia Islam. j.
3. Jakarta: PT Ichtiar Van Hoeve. t.t.
Shihab, M Quraish, Tafsir al-Mishbah, vol. 3. Jakarta:
Lentera Hati. 2005.
[2]- See more at:
http://www.tafsir.web.id/2013/02/tafsir-al-maidah-ayat-38-47.html#sthash.AX22ZV01.dpuf
[3]M
QuraishShihab, Tafsir al-Mishbah, vol. 3 (Jakarta: Lentera Hati,
2005),hlm. 91-95
[4]QuraishShihab, Tafsir
al-Mishbah, vol. 3 , hlm. 91-95
[6]Hasanuddin
AF, "FikihJinayah" dalamEnsiklopediTematis Dunia Islam, j. 3
(Jakarta: PT Ichtiar Van Hoeve, t.t.),hlm.
179.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar