Rabu, 25 Desember 2013

tafsir ayat solawat

I.                   PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Alquran merupakan petunjuk dan undang-undang yang  harus ditaati dan diamalkan oleh setiap muslim. Allah menurunkannya kepada Nabi Muhammad saw. sebagai Rasul-Nya yang sebaik-baiknya teladan hidup bagi umat Islam.
Salah satu tugas penting Rasulullah saw. adalah membimbing ummatnya ke jalan yang lurus (agama Islam), demi kebahagiaan hidupnya di dunia dan akhirat kelak. Oleh karena itu, keingkaran terhadap Rasulullah saw. termasuk dosa besar. Sedangkan keimanan terhadapnya dan melaksanakan segala perintahnya termasuk ibadah yang bernilai amal shaleh.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apakah yang dimaksud dengan solawat?
2.      Bagaimanakah tafsir ayat Al-Qur’an mengenai Solawat?

II.                PEMBAHASAN
A.    Pengertian Solawat
Term shalawat (صلوات) berasal dari akar صلي، يصلي yang terdiri atas huruf; al-shâd, lâm dan huruf mu’tal al-yâ’u, yang artinya; جنس من العبادة  ,(salah satu jenis rangkaian ibadah). Kemudian, term tersebut berubah menjadi mashdar dalam bentuk صلاة yang secara etimologi berarti doa. Sedangkan kata doa berakar kata dari دعا-يدعو-دعوة yang berarti ajakan, seruan, panggilan untuk mendekatkan diri. [1] Dengan demikian, secara etimologi dapat dinyatakan bahwa orang yang bershawalat berarti ia ingin mendekatkan diri kepada sesuatu yang dijadikan obyeknya. bn Katsîr menjelaskan bahwa shalawat Allah swt. terhadap manusia tersebut mengindikasikan adanya perolehan rahmat,[2] atau melimpahkan rahmat-Nya kepada manusia. Dari sini, dapat diklasifikasi bahwa shalawat Allah swt. kepada hamba-Nya terdiri atas dua kategori. Yakni, shalawat khusus dan shalawat umum. Shalawat khusus adalah shalawat Allah terhadap Rasul-Nya, para Nabi-Nabi-Nya. Sedangkan shalawat umum adalah shalawat Allah swt. kepada hamba-Nya.
Jelaslah bahwa shalawat Allah swt. kepada Nabi Muhammad saw. merupakan shalawat khusus. Dalam pengertian, Allah swt. memuji Muhammad saw., melahirkan keutamaan dan kemuliannya, serta memuliakan dan mem-perdekatkan Muhammad saw. kepada diri-Nya.
Perlu dipahami bahwa dengan bershalawatnya Allah swt. kepada hamba-Nya, khususnya kepada Nabi Muhammad saw. merupakan tamstîl sebagai suri tauladan yang harus diikuti.
Selanjutnya, mengenai pengertian shalawat ummat Muhammad saw. terhadap beliau adalah mengakui kerasulannya serta memohon syafaat dan mendekatkan dari kepada Allah swt.[3] Jadi, pengakuan terhadap kerasulan Muhammad saw. bukan saja diikrarkan dengan pengucapan syahadat, tetapi lebih dari itu dituntut untuk di-muliakan beliau dengan cara bershalawat terhadapnya.
Terdapat banyak  lafal-lafal solawat untuk Nabi Muhammad SAW.  , namun yang paling populer adalah sebagai berikut :
Lafal-lafal shalawat yang dikemukakan dalam sub bahasan ini adalah lafal-lafal shalawat untuk Nabi saw. dari umatnya. Yakni, antara lain yang sangat populer adalah ;
1.      صلي الله علي محمد;(semoga Allah swt. melimpahkan tambahan rahmat kepada Nabi Muhammad saw)
2.      اللهم صل على محمد وعلى آل محمد كما صليت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم إنك جميد مجيد;
(Ya Allah, berilah tambahan rahmat kepada Nabi Muhammad saw., keluarga beliau, sebagaimana Engkau telah memberi rahmat atau Nabi Ibrahim as, keluarganya. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Agung)
3.      اللهم صل على محمد ; (Ya Allah. limpahkan rahmat atas Nabi Muhammad saw)
4.      Ungkapan-ungkapan lainnya yang mengandung doa dan penghormatan untuk Nabi saw. guna mendekatkan diri kepada Allah swt.[4]
Lafal-lafal shalawat yang disebutkan di atas, dianjurkan untuk direalisasikan dalam kehidupan. Dalam kitab Irsyad al-Ibâd Ilâ Sabîl al-Irsyad dikemukakan bahwa bahwa orang lalai membaca shalawat merupakan salah satu ciri orang yang melalaikan ajaran agama.[5] Konsekuensi ini merupakan ketetapan agama. Hal tersebut dikarenakan shalawat merupakan rangkaian ibadah, dimana manusia diciptakan hanyalah untuk beribadah. Allah swt berfirman ; “Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada (Ku)”.
Dalam beribadah dituntut untuk ikhlas dan khusyu’, tetapi walaupun shalawat termasuk ibadah tidaklah terlalu dituntut untuk khusyu. Hal demikian disebabkan agar seorang hamba terlatih untuk me-realisasikan shalawat dalam kehidupannya.
Yang jelas perealisasian shalawat untuk Nabi saw. adalah fardhu. Hal ini disebabkan adanya perintah Allah swt. dalam QS. al-Ahzâb (33):56 kepada orang mu’min untuk bershalawat kepada Nabi saw, yakni ;”… Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam peng-hormatan kepadanya.”
Dari firman di atas, diinformasikan bahwa ruang dan waktu untuk merealisasikan shalawat tidak terbatas, di samping itu, dengan bersahalawat dalam segala ruang dan waktu juga merupakan wujud keimanan seorang muslim terhadap Allah swt., dan wujud kecintaan seorang muslim terhadap Nabi saw.
B.     tafsir ayat Al-Qur’an mengenai Solawat
Karena shalawat tergolong dalam salah satu amalan ibadah, maka tentu ditemukan dalil-dalilnya di dalam Alquran. Berikut ini, dikemukakan dalil-dalilnya atau ayat-ayat yang dimaksud ;
1. QS. al-Baqarah (2): 157
y7Í´¯»s9'ré& öNÍköŽn=tæ ÔNºuqn=|¹ `ÏiB öNÎgÎn/§ ×pyJômuur ( šÍ´¯»s9'ré&ur ãNèd tbrßtGôgßJø9$# ÇÊÎÐÈ  
Artinya :
‘Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk’
Dikatakan bahwa ayat di atas berkenaan dengan shalawat, karena ditemukan kata “صلوات” di dalamnya yang berarti “berkah”[6]dimana telah dikemukakan terdahulu bahwa shalawat dapat diartikan dengan berkah.
2. QS. al-Baqarah (2): 239

÷bÎ*sù óOçFøÿÅz »w$y_̍sù ÷rr& $ZR$t7ø.â ( !#sŒÎ*sù ÷LäêYÏBr& (#rãà2øŒ$$sù ©!$# $yJx. Nà6yJ¯=tæ $¨B öNs9 (#qçRqä3s? šcqãKn=÷ès? ÇËÌÒÈ  
Artinya :;
‘Peliharalah semua shalat (mu) dan (periharalah) shalat wustha. Berdirilah karena Allah (dalam shalatmu) dengan khusu’.
Dikatakan bahwa ayat di atas berkenaan dengan shalawat, karena ditemukan kata “صلوات” di dalamnya yang berarti “shalat-shalat”dimana telah dikemukakan terdahulu bahwa shalawat dapat diartikan dengan ibadah, sementara shalat merupakan salah satu ibadah.
3. QS. al-Taubah (9): 99;

šÆÏBur É>#tôãF{$# `tB ÚÆÏB÷sム«!$$Î/ ÏQöquø9$#ur ̍ÅzFy$# äÏ­Gtƒur $tB ß,ÏÿZムBM»t/ãè% yYÏã «!$# ÏNºuqn=|¹ur ÉAqߧ9$# 4 Iwr& $pk¨XÎ) ×pt/öè% öNçl°; 4 ÞOßgè=Åzôãy ª!$# Îû ÿ¾ÏmÏFuH÷qu 3 ¨bÎ) ©!$# Öqàÿxî ×LìÏm§ ÇÒÒÈ  
Artinya :
‘Dan di antara orang-orang Arab Badui itu, ada orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, dan memandang apa yang dinafkahkannya (di jalan Allah) sebagai jalan mendekatkannya kepada Allah dan sebagai jalan untuk memperoleh do’a Rasul. Ketahuilah sesungguhnya nafkah itu suatu jalan bagi mereka untuk mendekatkan diri (kepada Allah). kelak Allah akan memasukkan mereka ke dalam rahmat-Nya, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.’
Dikatakan bahwa ayat di atas berkenaan dengan shalawat, karena ditemukan kata “صلوات” di dalamnya yang berarti “doa”dimana telah dikemukakan terdahulu bahwa shalawat dapat diartikan dengan doa.
5.      QS. Al-Ahzab ayat 56 :
¨bÎ) ©!$# ¼çmtGx6Í´¯»n=tBur tbq=|Áムn?tã ÄcÓÉ<¨Z9$# 4 $pkšr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#q=|¹ Ïmøn=tã (#qßJÏk=yur $¸JŠÎ=ó¡n@ ÇÎÏÈ  
“Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat kepada Nabi; wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu kepadanya dan ucapkan salam kepadanya.” (Al-Ahzab/33: 56)
Ulama dari kalangan mazhab Ahlul bait (sa) sepakat bahwa ayat ini diturunkan untuk menegaskan hak Rasulullah saw dan Ahlul baitnya (sa), yaitu perintah bershalawat kepada mereka dan cara bershalawat. Ulama Ahlussunnah juga sepakat kecuali hanya beberapa penulis.
Yakni Allah memuji Beliau di hadapan para malaikat, karena Allah cinta kepada Beliau, para malaikat yang didekatkan pun memuji Beliau serta mendoakannya.
Karena mengikuti Allah dan para malaikat-Nya serta sebagai balasan terhadap jasanya, sekaligus untuk menyempurnakan iman kita, sebagai bentuk pemuliaan terhadap Beliau, penghormatan dan kecintaan kepada Beliau serta untuk menambah kebaikan kita, menghapuskan kesalahan kita. Ucapan shalawat dan salam yang terbaik adalah yang Beliau ajarkan kepada para sahabatnya, yaitu yang biasa kita baca dalam tasyahud. Bershalawat kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam diperintahkan dalam setiap waktu, terutama sekali ketika nama Beliau disebut, dalam shalat setelah tasyahhud, takbir kedua dalam shalat janazah, masuk dan keluar masjid, dalam qunut witir, pada siang dan malam Jum’at, setelah mendengar azan, dalam dzikr pagi dan petang, dan sebelum berdoa, dan duduk di suatu majlis (sebagaimana diterangkan dalam beberapa hadits). Demikian pula dalam khutbah dan mukaddimah (pengantar).[7]
Setelah Allah Subhaanahu wa Ta'aala memerintahkan untuk memuliakan Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam, bershalawat dan mengucapkan salam kepada Beliau, maka Allah Subhaanahu wa Ta'aala melarang menyakitinya dan mengancam orang yang menyakitinya sebagaimana dalam firman-Nya di atas.
III.             PENUTUP
Demikianlah makalah yang telah penulis paparkan. Penulis menyadari bahwa masih banyak sekali kekurangan yan ada dalam makalah ini. Oleh karena itu, penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya dan megharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk dijadikan bahan evaluasi bagi penulis.

DAFTAR PUSTAKA

Abîy al-Husayn Ahmad bin Fâris bin Zakariyah, Mu’jam Maqâyis al-Lugah, juz III (Cet.II; t.t.: Al-Maktabah al-Manâzi’, 1980 M./ 1390 H.)
Imâd al-Dîn Abû al-Fidâ Ismail ibn Katsir, Tafsîr al-Qur’ân al-Azhîm al-Musamma Tafsîr Ibn Katsîr, juz III (Semarang: Toha Putra, t.th.)
Fatahuddin Abul Yasin, Kumpulan Sholawat Nabi saw Beserta Hikmah dan Khasiatnya (Surabaya: Terbit Terang, 2000)
Muhammad ‘Âli ali bin Muhammad al-Syaukâniy, Fath al-Qadîr Jâmi’ Bay al-Fanniy al-Riwâyah wa al-Dirâyah min ‘Ilm al-Tafsîr, juz IV ((Cet.I; Beirut: Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1994)
Muhammad Ali al-Kurdi, Irsâd al-Ibâd Ilâ Sabîl al-Irsyâd diterjemahkan oleh H. Salim Bahresy dengan judul Petunjuk Jalan Lurus (Surabaya: Darussagaf, 1997)
Imâd al-Dîn Abû al-Fidâ Ismâil Muhammad Ibn Katsir, Tafsîr al-Qur’ân al-Azhîm, juz I (Semarang: Toha Putra, t.th.)



[1] Abîy al-Husayn Ahmad bin Fâris bin Zakariyah, Mu’jam Maqâyis al-Lugah, juz III (Cet.II; t.t.: Al-Maktabah al-Manâzi’, 1980 M./ 1390 H.), h. 300
[2] Imâd al-Dîn Abû al-Fidâ Ismail ibn Katsir, Tafsîr al-Qur’ân al-Azhîm al-Musamma Tafsîr Ibn Katsîr, juz III (Semarang: Toha Putra, t.th.), h. 506
[3] Fatahuddin Abul Yasin, Kumpulan Sholawat Nabi saw Beserta Hikmah dan Khasiatnya (Surabaya: Terbit Terang, 2000), h.6
[4] Muhammad ‘Âli ali bin Muhammad al-Syaukâniy, Fath al-Qadîr Jâmi’ Bay al-Fanniy al-Riwâyah wa al-Dirâyah min ‘Ilm al-Tafsîr, juz IV ((Cet.I; Beirut: Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1994), h. 379.
[5] Muhammad Ali al-Kurdi, Irsâd al-Ibâd Ilâ Sabîl al-Irsyâd diterjemahkan oleh H. Salim Bahresy dengan judul Petunjuk Jalan Lurus (Surabaya: Darussagaf, 1997), h. 433
[6] Imâd al-Dîn Abû al-Fidâ Ismâil Muhammad Ibn Katsir, Tafsîr al-Qur’ân al-Azhîm, juz I (Semarang: Toha Putra, t.th.), h. 197.
[7] Ibid., hlm.205

Tidak ada komentar:

Posting Komentar