Rabu, 25 Desember 2013

tanda-tanda beriman

I.                   PENDAHULUAN
A.              Latar Belakang Masalah
Permasalahan Iman, sangat prinsip sekali dalam perjalanan kita menuju Allah. Karena demikian banyak janji dan perintah Allah ditujukan kepada orang yang beriman, bukan kepada seluruh manusia. Banyak orang sekarang ini yang keliru mendefinisikan iman. Sehingga ia menyangka bahwa dirinya telah beriman. Kesalahan ini berakibat fatal sekali, karena ia menganggap bahwa dirinya tersebut telah masuk kepada golongan yang dijanjikan oleh Allah, sehingga tidak merasa berkepentingan dengan peringatan-peringatan Allah di dalam Al Qur’an yang ditujukan kepada mereka yang kafir atau buta hati.

B.               Rumusan Masalah
Masalah yang akan penulis bahas dalam makalah ini adalah berkenaan dengan bagaimana seseorang dianggap telah beriman atau apa saja tanda-tanda iman menurut hadits yang telah disabdakan oleh Rasulullah SAW.

II.                PEMBAHASAN
Banyak sekali hadits yang telah disabdakan oleh Rasulullah SAW. Yang diantaranya adalah membahas mengeanai tanda-tanda seseorang beriman. Dari berbagai hadits berkenaan dengan tanda-tanda orang beriman, penulis mengambil beberapa hadits diantaranya :
A.           Tanda-tanda orang beriman adalah orang yang peduli pada kaum Anshar. Haditsnya sebagai berikut :
حَدَّثَنَا أَبُو الْوَلِيدِ قَالَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ قَالَ أَخْبَرَنِى عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ جَبْرٍ قَالَ سَمِعْتُ أَنَسًا عَنِ النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ آيَةُ الإِيمَانِ حُبُّ الأَنْصَارِ ، وَآيَةُ النِّفَاقِ بُغْضُ الأَنْصَارِ

Telah memberitahu kami Abul Walid, ia berkata telah meberitahu kami Syu'bah, ia berkata telah mengabarkan kepada kami Adullah bin Abdullah bin Jabr, ia berkata, aku mendengar dari Anas bahwa Nabi SAW bersabda: "Diantara tanda-tanda iman adalah mencintai kaum Anshar dan di antara tanda-tanda munafik adalah membencinya."[1]
Penjelasan Hadits :
آيَةُ الإِيمَانِ حُبُّ الأَنْصَارِ
Diantara tanda-tanda iman adalah mencintai kaum Anshar

Kata ayat (اية) berarti "tanda" (علامة). Tanda (علامة) adalah khashah (ciri khusus) yang terdapat pada beberapa benda/hal.
Mungkin timbul pertanyaan, apakah jika seorang yang telah berikrar syahadat lalu tidak mencintai kaum Anshar berarti menjadi kafir/munafik? Bukankah kaum Anshar itu banyak dan boleh jadi seseorang, terutama yang sezaman dengan mereka, karena persoalan "manusiwai" kemudian tidak mencintai mereka? Ibnu Hajar Al Asqalani berpendapat bahwa jika sebabnya adalah karena mereka menolong Rasulullah, maka orang itu termasuk munafik. Demikian pula pendapat banyak ulama. Bahkan seseorang bisa menjadi kafir karena membenci Anshar lantaran mereka menolong Rasulullah SAW.
Anshar (الأنصار) merupakan bentuk jamak (plural) dari kata ناصر atau نصير yang berarti "penolong." Huruf lam yang ada pada kata itu untuk membatasi istilah dalam hadits ini dan juga dalam terminologi Islam, bahwa Anshar itu berarti penolong Rasulullah SAW. Mereka adalah suku Aus dan suku Khazraj yang sebelumnya dikenal dengan Ibnay Qailah (dua anak Qailah), nenek moyang mereka. Karena pertolongannya yang begitu besar kepada Rasulullah SAW dan para muhajirin, khususnya sejak hijrah, maka Rasulullah menamakan mereka "Anshar".
Dengan pertolongan yang diberikan kepada Rasulullah, Anshar menjadi dibenci dan dimusuhi oleh banyak kabilah. Oleh karena itu Rasulullah mengingatkan agar kaum muslimin mencintai mereka. Bahkan menjadikan kecintaan itu sebagai tanda keimanan. Tentu saja, kecintaan itu juga harus dimiliki oleh orang-orang yang datang pada generasi berikutnya, termasuk di zaman kita. Dan bagaimana mungkin kita mampu mencintai sahabat-sahabat Anshar jika kita tidak mengenal mereka? Karenanya, dalam hadits ini secara eksplisit juga terdapat anjuran bagi generasi kita hari ini untuk membaca sejarah mereka hingga kemudian kita mengenal mereka dan mencintainya.[2]
وَآيَةُ النِّفَاقِ بُغْضُ الأَنْصَارِ
dan di antara tanda-tanda munafik adalah membenci kaum Anshar

Ada hadits lain yang sejalan dengan hadits ini dan menjelaskannya. Diantaranya adalah hadits riwayat syaikhain berikut ini:
الأَنْصَارُ لاَ يُحِبُّهُمْ إِلاَّ مُؤْمِنٌ ، وَلاَ يُبْغِضُهُمْ إِلاَّ مُنَافِقٌ ، فَمَنْ أَحَبَّهُمْ أَحَبَّهُ اللَّهُ ، وَمَنْ أَبْغَضَهُمْ أَبْغَضَهُ اللَّهُ

Anshar. Tidak ada yang mencintai mereka kecuali orang beriman, dan tidak ada yang membencinya kecuali orang munafik. Barang siapa mencintai Anshar, maka Allah akan mencintainya. Dan barang siapa membenci Anshar, maka Allah akan memurkainya. (HR. Bukhari Muslim, ini adalah redaksi Bukhari).

Lalu adakah orang yang membenci Anshar yang luar biasa itu? Kadang-kadang tanpa disadari seorang muslim terperosok dalam kebencian kepada sahabat –termasuk Anshar- ketika ia "lancang" memberikan penilaian kepada para shahabat dengan hal-hal yang tak pantas bagi mereka radhiyallaahu anhum. Khususnya kepada mereka yang terlibat pada masa fitnah. Hingga kemudian kita dapati sebagian kaum muslimin mencela sahabat atau memberikan penilaian negatif kepadanya. Semoga kita dihindarkan Allah dari hal yang demikian.
Pelajaran Hadits
Diantara pelajaran hadits yang bisa kita ambil dari hadits di atas adalah sebagai berikut:
1. Keimanan dan kemunafikan memiliki tanda-tanda;
2. Diantara tanda keimanan adalah mencintai Anshar, dan tanda kemunafikan adalah membencinya;
3. Tuntunan agar kita mencintai Anshar;
4. Di zaman kita sekarang, agar dapat mencintai Anshar maka kita perlu mempelajari sejarah mereka agar dapat mengenal dan mencintai mereka.[3]
B.     Menuju Kesempurnaan Iman
عَنْ أَبِيْ مُحَمَّدٍ عَبْدِ اللهِ بِنِ عمْرِو بْنِ العَاصِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: “لاَيُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يَكُونَ هَواهُ تَبَعَاً لِمَا جِئْتُ بِهِ” (1) حَدِيْثٌ حَسَنٌ صَحِيْحٌ رَوَيْنَاهُ فِي كِتَابِ الحُجَّةِ بِإِسْنَادٍ صَحِيْحٍ 

Dari Abdullah Bin ‘Amr bin al ‘Ash a. Bekata : berkata Rasulullah SAW : “tidaklah seseorang dikatakan beriman hingga keinginannya tunduk pada apa yang aku datang dengannya”.
            Penjelasan dan faidah Hadits :[4]

1.      Menuju Keimanan yang Sempurna
Maksud dari tidaklah seseorang dikatakan beriman, adalah tidak dikatakan sempurna keimanannya. Iman itu memiliki akar dan cabang-cabang, dan diantara cabang keimanan adalah menjadikan keinginan tunduk kepada apa-apa yang Rasulullah sampaikan. Keinginan manusia itu ada dua jenis, keinginan yang baik dan keinginan yang buruk, kedua keinginan itu, pada dasarnya harus dikontrol oleh otoritas wahyu Allah swt. Salah satu jalan yang harus ditempuh seorang mukmin menuju kesempurnaan iman adalah mengenyahkan aneka keinginan, dan kemudian mengisi lemari keinginannya dengan apa-apa yang Rasulullah perintahkan. Jika hadits ini diberikan kepada seseorang yang merasa sulit beribadah dan sulit ta’at maka kita akan lebih mudah memahami. Tetapi hadits ini dinarasikan oleh Rasulullah kepada Abdullah Bin ‘Amr Bin al ‘Ash yang terkenal ahli ibadah. Maka jelaslah sikap ekstrim itu tidak boleh, yang ada adalah kita mencelup pundi-pundi keinginan kita dengan celupan Allah SWT.

2.      Sikap mengikuti hawa nafsu dimulai dari lalai dalam berdzikir
“Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas” (al Kahfi : 28)
Lalai berdzikir – mengikuti hawa nafsu – melampaui batas , adalah 3 hal yang saling mempengaruhi, untuk itu mengistiqamahkan bedzikir adalah langkah awal menundukkan hawa nafsu.

3.      Mengikuti hawa nafsu akan membuat tersesat dalam kedzaliman
“Maka jika mereka tidak menjawab (tantanganmu), ketahuilah bahwa sesungguhnya mereka hanyalah mengikuti hawa nafsu mereka (belaka). Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Allah sedikitpun. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim” (al Qashah : 50)
4.      Menata langkah dalam mengelola hari
Abu Darda berkata : “Setiap muslim dipagi harinya akan dipenuhi keinginan juga lintasan-lintasan pengetahuan yang dimilikinya, jika keinginannya tunduk pada ilmu nya maka hari itu adalah hari baik, tetapi jika ilmu tunduk pada hawa nafsunya maka itu adalah hai buruk”. Memulai hari dengan beriman dan berpikir adalah salah satu cara menundukan hawa nafsu.[5]


III.             PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dari pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa tanda-tanda seseorang itu beriman atau tidak. Diantaranya adalah mencintai kaum anshar dan patuh pada Rasulullah.

B.     Kritik dan Saran
Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam makalah ini. Maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat penulis jadikan pertimbangan untuk menjadi lebih baik kedepannya.








DAFTAR PUSTAKA
·         Tirta dan Tarmana Ahmad Qasim. Pokok-pokok keimanan (terjemah kitabul imanS). Bandung : Trigenda Karya. 1994



[1] Drs. Tirta dan Drs. Tarmana Ahmad Qasim. Pokok-pokok keimanan (terjemah kitabul iman). Bandung : Trigenda Karya. 1994. Hlm. 56.
[2] Ibid,.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar